• News
  • Islamic World
  • Digg
  • Facebook
  • Tweet Us
  • Visit Our School
Posted by hestuSUGAR - - 0 komentar

Tudingan bahwa pendidikan dan agama di sekolah yang menyebabkan perilaku radikalisme dan intoleransi siswa sekolah, dinilai tidak fair. Pemerintah seharusnya merevitalisasi pendidikan agama di sekolah, agar pemahaman agama yang diajarkan tidak dangkal.

“Kita menuntut pemerintah untuk merevitalisasi peran pendidikan secara umum dan khususnya pendidikan agama agar mampu mencetak siswa yang berkontribusi positif di masyarakat, mencegah sikap intoleran dan merusak seperti radikalisme, teroris dan makar,” ujar anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS KH Jazuli Juwaini, Lc, MA.

Hal itu disampaikan Jazuli dalam rilis yang diterima, Jumat (20/5/2011).

Jazuli menambahkan, fenomena meningkatnya tindakan radikalisme dan teroris justru dikarenakan dangkalnya pemahaman terhadap agama. Karena itu, upaya preventif yang tepat saat ini adalah dengan merevitalisasi pendidikan agama dan akhlak di sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

Menurut Jazuli, pendidikan dan pelajaran agama yang dijalankan saat ini hanya bersifat formalitas, materi dan tidak mendorong pembentukan moral dan karakter siswa didik. Seharusnya, lanjut tokoh ulama Banten ini, alokasi jam pelajaran agama dan akhlak ditingkatkan dari sisi kuantitas dan kualitasnya. Selain itu, materi pelajaran non-agama atau umum seharusnya juga diarahkan pada penguatan akhlak dan karakter siswa sehingga tidak terlepas dari esensi pendidikan sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945 dan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.

“Pemerintah harus memikirkan kembali desain kurikulum secara luas dimana setiap mata pelajaran seharusnya berorientasi pada pembentukan akhlak dan karakter dan tidak semata-mata mengejar nilai,” paparnya.

Dia juga menekankan bahwa pemerintah seharusnya mendukung, memfasilitasi, mengembangkan, dan memberdayakan pendidikan agama dan kegiatan keagamaan di sekolah seperti kerohanisan Islam (rohis) sekolah. Karena perannya cukup besar dalam menjaga akhlak dan karakter siswa. “Lembaga pendidikan Islam harus disterilkan dari tuduhan-tuduhan radikalisme dan terorisme, karena itu sama sekali tidak ada hubungannya.” tutup Jazuli.

sumber : detik& Islamedia



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Posted by hestuSUGAR - - 0 komentar

http://4.bp.blogspot.com/-yRGuoW1kJ3s/TaKyWQ0261I/AAAAAAAAANw/jzsxzR8LIYw/s1600/hate.jpg


“Gue susssaaaah banget maafin kesalahan dia!”
“Sampai mati pun, kagak bakalan gue ampunin, gue udah didzolimin!!!”

Sob, banyak yang tidak “ngeh” bahwa dendam sebenarnya tidak membawa apapun selain kehancuran. Bukan kehancuran buat orang yang kita timpakan rasa dendam euy! Melainkan kehancuran buat diri kita sendiri. Ali Radiyallahu’anhu dengan tepatnya mengumpamakan, “Memelihara dendam itu seperti diri kita meminum racun, tapi berharap orang lain yang mati.” Aha! Sudah jelas kan bahwa miara dendam sama parah dengan miara tuyul? Hii...

Terus, bagaimana doong cara untuk melampiaskan emosi yang terpendam karena sering dizolimi? Kan susah banget memaafkan kesalahan orang yang udah terlanjur kita benci sampai ubun-ubun!

Nah, makanya... ikuti pembahasan Bianglala Nida edisi ini sampai tuntas... tas... tas...

Tingkatan Orang yang Dizolimi

Sob, jangan salah... orang yang dizolimi punya level yang berbeda-beda looh!
Level terendah adalah mereka yang dizolimi, kemudian orang-orang ini sulit memaafkan dan malah memendam dendam. Hayyo... jangan sampe deh kita berada di level ini, rugi dunia-akhirat!

Level lumayan adalah mereka yang dizolimi, kemudian membalas kezoliman itu dengan setimpal sehingga tidak lagi memendam dendam. Lumayan daripada lumanyun, tapi tingkatan ini masih standar banget Sob!

Level tinggi adalah mereka yang dizolimi, kemudian memaafkan dengan lapang dada.

Level dahsyat adalah mereka yang dizolimi, kemudian malah membalas orang yang mendzolimi dengan kebaikan.

Yuk kita bahas level demi levelnya! Supaya kita bisa sampai ke tingkat memaafkan dengan lapang dada dan bahkan membalas kedzoliman dengan kebaikan.

Pertama-tama: Benarkah Dizolimi, atau Kita yang Menzolimi Diri Sendiri?

Islam tidak pernah mengajarkan kita untuk “nrimo” keburukan yang dilakukan orang lain pada kita loh Sob, tampar pipi kanan, kasih pipi kiri. Justru Allah Swt. membolehkan kita untuk membalas kejahatan dengan setimpal.

Coba simak Quran surat An-Nahl ayat 126: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu...”

Misalnya kita dipukul, yaa balaslah memukul dengan kekuatan seimbang. Kecuali kalau kita memang ikhlas dipukul, gak ada dendam apalagi sakit hati. Artinya, ketika kita dipukul kemudian kita malah diam saja, tapi sebenarnya hati kita merasa benci dan dendam, sejatinya, yang menzolimi diri kita bukanlah orang yang memukul, tetapi diri kita sendiri yang membiarkan orang lain memukul kita dengan leluasa. Bukankah kita adalah pemimpin untuk diri sendiri? Seharusnya kita bertanggungjawab terhadap apapun yang terjadi pada diri kita, jangan bisanya cuma menyalahkan orang lain dan merasa dendam, padahal kita memang tidak melakukan apa-apa untuk membela hak kita sendiri.

Kalaupun kita tidak memiliki kemampuan melawan dengan fisik, kita bisa menggunakan kecerdasan kita, misalnya meminta bantuan pihak lain untuk membantu kita mengatasi kezoliman tersebut, atau jauhkan diri dari sumber kezoliman tersebut. Hargai diri kita sendiri! Jangan sampai rela dizolimi orang... Jika kita tidak melakukan langkah apapun untuk melawan kezoliman terhadap diri kita, berarti memang kitalah pelaku kezoliman untuk diri sendiri:
Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra’d 11)

Artinya, Allah meminta kita untuk berinisiatif mengubah nasib sendiri, dengan demikian kita tidak ada hak untuk menyalah-nyalahkan orang lain, dendam kesumat, bahkan bersumpah tidak akan memaafkan orang tersebut. Jadi, penting untuk menyadari di awal... apakah kita benar dizolimi, atau justru kita yang menzolimi diri sendiri? Duh, jangan sampai deh kita “sakit” gara-gara kejahatan orang lain. Belajar bela diri sendiri yuk!

“Tidak semestinya seorang muslim menghina dirinya. Para sahabat bertanya, "Bagaimana menghina dirinya itu, ya Rasulullah?" Nabi Saw menjawab, "Melibatkan diri dalam ujian dan cobaan yang dia tak tahan menderitanya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Kedua: Digigit Anjing, Tidak Perlu Balas Dengan Gigitan!

Kalau kita dizolimi, sah-sah saja membalas dengan setimpal. Masalahnya... kalau yang menzolimi kita memang bukan manusia, bukankah menghabiskan waktu saja kalau cari perkara dengannya? Ibaratnya, digigit anjing malah balik ngegigit anjing itu, yang bodoh kita atau anjingnya? Bingung kan?

Sobat Nida, banyak sekali manusia yang “bukan manusia” di dunia ini, punya otak tapi tidak dipakai berpikir, punya hati tapi mati, sehingga semua ucapannya menyakitkan, setiap tindak-tanduknya menyinggung orang lain. Untuk tipe yang satu ini, perlu kebesaran hati kita untuk tidak memasukkan ke dalam hati hal-hal yang ia lakukan, kalau tidak? Beuh, bisa-bisa habis waktu dan energi untuk mengurusi hal-hal menyebalkan dari perbuatannya.

So, nggak perlu deh merasa dendam, benci, kesel setengah mati, plus geregetan dengan orang seperti ini! Cukup kasih peringatan seperlunya, atau diamkan saja dan jangan sekali-kali kita izinkan perkataan dan perbuatannya merasuki hati kita sampai bikin kita depresi, rugiiiii. Kita bisa menganggap orang-orang ini adalah “utusan syetan” untuk menjerumuskan kita ke neraka. Biarkan aja mereka bertingkah, jangan sampai terpancing!

Anjuran dari al-Quran surat Al-Maaidah ayat 13 untuk “membalas” orang-orang yang hatinya sudah kadung jadi batu:

Maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Peribahasanya begini: Anjing melolong, kafilah berlalu. Biarin aja anjingnya capek sendiri, kita mah cuek aja. Oke?

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Al Qur’an surah 7:199)

Ketiga: Maafkanlah, Karena Dendam Hanya Melahirkan Dendam

Ketika kita merasa kesal setengah mati dan berencana tidak memaafkan orang lain, sebenarnya itu bisa menyempitkan hati kita sendiri. Kita menyimpan dendam sebesar gunung ke dalam hati, akibatnya... hati kita penuh dengan kebencian, dada kita terasa sesak. Yang rugi yaa diri kita sendiri Sob.

Apakah kita mengira jika perasaan dendam itu dibalaskan maka kita akan menjadi lega? Oh, ternyata tidak! Dendam yang dibalaskan malah akan memunculkan dendam yang lain looh, jadinya saling dendam sampai tujuh turunan, kan gak oke banget tuh. Makanya Allah memberi solusi agar kita bebas dari dada yang sempit dan hidup yang penuh dendam kesumat:

Hendaklah memberi maaf dan melapangkan dada, tidakkah kamu ingin diampuni oleh Allah?” (Q.S. An-Nuur: 22)

Pasti kita berharap kesalahan-kesalahan kita dimaafkan oleh Allah, bagaimana kalau kita duluan yang memaafkan kesalahan orang lain, sehingga Allah ridho pada kita dan mau memaafkan kesalahan kita?

Jangan Lupakan Hukum Alam!


Yang tidak boleh kita lupa adalah adanya hukum alam, “Siapa yang menabur, dia akan menuai.” Bahasa Fisikanya, hukum kekekalan energi. Bahwa energi baik dan energi buruk yang kita keluarkan akan kembali pada diri kita dengan nilai yang sama. Jadi siapapun yang berlaku dzolim, kedzolimannya itu akan berbalik mengenai diri mereka sendiri.


Artinya, kalau kita mau lebih cerdas daripada sekedar membalas kezoliman orang lain, yaa caranya dengan Memaafkan! Ngapain kita nyempit-nyempitin hati dengan memperhitungkan kedzoliman orang, toh kejahatan mereka akan berbalik pada diri mereka sendiri.


Memaafkan itu sama dengan membuang beban-beban yang bergelayutan di hati kita, dengan memaafkan, berarti kita menyerahkan “pembalasan” pada Allah. Dan asal tahu aja... pembalasan dari Allah untuk orang-orang dzolim pasti lebih “nendang” daripada kita balas sendiri. Makanya Allah meminta kita menahan diri:


“... Akan tetapi jika kamu sekalian mau bersabar atas kedzoliman yang telah mereka timpakan kepada kamu serta dengan itu semua kamu mengharap pahala dari Allah sebagai ganti dari kedzoliman itu lalu kamu pasrahkan dan serahkan semuanya kepada Allah maka itu akan lebih baik bagi kamu sekalian.” (An-Nahl 126)



Memaafkan itu Menyehatkan


Ternyata memaafkan itu menyehatkan! Dalam buku Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres.


Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.


Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Hmm...



Terdahsyat: Tidak Sekedar Memaafkan, tapi Membalas dengan Kebaikan


Ini yang lebih dahsyat, Rasulullah Saw. telah mampu memberi teladan buat kita, tidak sekedar memaafkan kezoliman orang, tapi juga membalas kezoliman tersebut dengan kebaikan. Yaa ampun, nyebutinnya aja udah pengen keluar air mata, hebat banget sih idola kita...


Bayangkan... meskipun dilempar batu dan diusir oleh penduduk Thaif, Rasulullah Saw. malah berdoa semoga Allah memberikan keturunan orang-orang yang beriman dari penduduk Thaif. Apakah kita sanggup menirunya?


Kalau kita ingin menang berkali-kali, apa yang dilakukan Rasulullah Saw. ini harus kita coba dan kita biasakan Sob! Membalas kezoliman atau penghinaan dengan kebaikan. Ada juga kisah menarik dari buku “13 Wasiat Terlarang” karya Ippho Santosa mengenai hal ini:


Suatu ketika, Jerman Timur membuang timbunan sampah di perbatasan Jerman Barat. Orang-orang di Jerman Barat sangat marah dan ingin membalas penghinaan tersebut. Namun, ada seorang bijak yang memberi usul lebih cemerlang.


Akhirnya, Jerman Barat justru menaruh beraneka hasil bumi, sayur-mayur, buah-buahan di perbatasan Jerman Timur, mereka sekaligus memancangkan sebuah papan bertuliskan “Masing-masing memberi sesuai dengan kemampuannya.”


Hehehe. Bukankah itu pembalasan yang manis? Sebenarnya Jerman Barat sedang menghina “Jerman Timur mah kemampuannya cuma sampah”, tapi pembalasan ini dibungkus dengan amat cantik. Malah keren kan?

Begitulah, kita mustinya belajar untuk membalas kedzoliman dengan kebaikan, karena hasilnya pasti berakhir happy ending.



Memaafkan itu Melegakan


Sekarang mari kita berpikir jernih, benarkah di hidup yang singkat ini kita rela menghabiskan usia hanya untuk memendam kesal dan kebencian yang mendarah daging? Benarkah kita rela membakar diri sendiri dalam api kemarahan sekaligus api neraka hanya karena seorang yang mendzolimi kita?

Sekarang, pikirkanlah orang-orang yang mendzolimi kita, yang pernah menghina kita, yang meremehkan kita, bahkan yang menghancurkan masa depan kita! Bayangkan wajah mereka, dan katakanlah “Saya telah memaafkanmu, semoga Allah mengampuni saya!” katakanlah berulang-ulang! Sebanyak-banyaknya! Minimal sepuluh kali, kalau perlu sampai air mata kita luruh!


Karena kita berharap Allah menempatkan kita di tempat terbaik, dunia-akhirat, maka lepaskanlah rasa marah, dendam, benci itu, biarkan dada kita lega dan lapang tanpa beban! Jangan lagi memberatkan hati kita dengan memikirkan cara-cara membalas dendam.


Percayalah Sob, kemaafan kita adalah untuk kebaikan diri kita sendiri, bukan untuk kebaikan mereka. Jika benar mereka melakukan kedzoliman, pasti Allah membalasnya dengan adil! Jadi, demi kelegaan dan kedamaian dalam hati, maafkanlah kedzoliman orang lain, dan rasakanlah sensasi luar biasa yang tidak akan kita dapatkan sekalipun kita telah melampiaskan amarah dan dendam di dada!


Maka disebabkan rahmat Allah atasmu, kamu berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka dan mohonkanlah ampun bagi mereka…”(QS:3:159)


Sob, sungguh... memaafkan itu melegakan, mari kita menjadi pribadi yang terbiasa memaafkan, sehingga Allah pun mudah memaafkan kesalahan kita. [Syamsa - Majalah Annida/Islamedia ]



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Posted by hestuSUGAR - - 0 komentar

Manusia memang tidak lepas dari salah dan lupa. Opsi terbaik saat kita khilaf adalah sesegera mungkin bertobat, bersungguh-sungguh menyesali dosa kita, tidak mengulanginya lagi dan banyak beramal saleh dengan harapan agar amal saleh tersebut dapat menghapus dosa yang pernah kita perbuat.

But, the problem is, kadangkala, ada seseorang yang dengan bangganya menceritakan kelamnya masa lalu atau aib yang pernah ia lakukan.

Mungkin kita pernah mendengar seseorang bercerita–dengan santai dan cekakak-cekikik- tentang list aib-aibnya, seperti kalimat di bawah ini:

“Saya pernah pacaran dengan si A dan si B lho, bla… bla… bla”. “Gue dulu suka minum miras, merk A dan merk B mah sudah jadi langganan Gue…”

Hei… bukankah pacaran dan mabuk miras itu dosa? Lantas kenapa mesti diceritakan dengan penuh kebanggaan? Bukankah dosa-dosa itu semestinya disimpan rapat, tak usah ada yang tahu. Jika perlu, simpan dosa-dosamu dalam brankas dan buang ke laut. Aneh bukan, bermaksiat koq bangga.

Ada aturan yang mesti kita pahami, bahwa dosa adalah hal yang memalukan jadi tak perlu ada “press conference”. Segatal apapun mulut kita ingin mengumbar dosa masa lalu, it’s enough, tidak layak kita ceritakan pada orang lain.

Banyak fakta menunjukkan si fulan melakukan dosa karena terinspirasi dosa orang lain, biasanya anak-anak kos yang gemar berbagi pengalaman. Misalnya, si A suka cerita pada si B tentang betapa serunya berpacaran, enaknya nyabu, dll dan lama-lama si B juga ingin mencoba pacaran dan nyabu, nah lho?

Tanpa kita sadari kita telah menjerumuskan orang lain ke jurang dosa gara-gara kita hiasi cerita dosa kita dengan kata-kata nan indah, sehingga bermaksiat jadi terlihat keren bin seru, naudzubillahi min dzalik.

Bila kita pernah khilaf, boleh saja kita menceritakannya. Tapi harus pada orang yang berkompeten, misal pada ustaz atau psikolog, semua dalam rangka mencari satu hal yakni solusi, sekali lagi solusi.

Jika kita telah bertobat, maka simpanlah kisah kelammu baik-baik, jika engkau ingin berbagi cerita bahwa engkau pernah salah dan agar orang lain mengambil ibroh (hikmah) dari ceritamu, maka ceritakan secara umum atau garis besarnya saja tanpa harus deti.

Misalnya, ”Saya juga pernah tergelincir, tapi Alhamdulillah Allah telah menyelamatkan saya”, that’s all. Jika ada teman yang iseng bertanya tentang masa lalumu seperti kalimat ini “Idih, gimana ceritamu sama si A mantanmu dulu, masih ingat nda?”, tak usahlah diperpanjang, cukup katakan “Itu masa lalu kawan, aku telah bertobat dan telah membuka lembaran baru”.

Cukuplah hadis dari Abu Hurairoh bahwa Rasululloh bersabda:

“Semua ummatku dimaafkan (kesalahannya) kecuali Mujahirin (orang yang memberitahukan kemaksiatannya pada orang lain). Dan sesungguhnya termasuk Al-majanah bila orang itu pada malam hari berbuat kejahatan, kemudian pada waktu paginya dia berkata, 'Wahai fulan, tadi malam aku berbuat demikian dan demikian' padahal malam harinya Robb-nya telah menutupi (aibnya tersebut), namun pagi hari dia sendiri yang membuka apa yang telah ditutup oleh Alloh," (HR.Bukhori 5/3254).

Bila Allah telah menutupi aib kita, maka tak perlu kita memberitahukan pada orang-orang. Bukankah malu adalah sebagian dari tanda orang beriman? So the points are; bertobatlah dahulu saat kita tahu bahwa kita berdosa, ceritakan saja kesalahan kita pada orang yang mumpuni agar kita mendapat bimbingan untuk menapaki jalan hidup yang lebih baik dan jika kita “sekedar” cerita pada orang lain tentang aib kita dan tidak akan ada manfaat bagi yang mendengarnya, tampaknya kita lebih baik diam.

Berkatalah yang baik atau diam. Jangan sampai ada yang mencontoh dosa kita hanya karena kita telah bercerita pada orang yang salah dan dengan cara yang salah pula.

Bermaksiat di masa lalu? Usai sudah, jangan berbangga atas kemaksiatan kita, apalagi jika kita telah bertaubat dan Allah telah menutupi aib kita dari orang-orang sedunia.

Penulis: Dian di Ambon untuk eramuslim.com



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Posted by hestuSUGAR - - 0 komentar

Sejarah telah mengubur dalam-dalam puing reruntuhan Sosialisme-Komunisme. Ideologi yang diusung Karl Marx, Lenin, Stalin dan kawan-kawannya itu telah terbukti gagal menyejahterakan manusia bersamaan dengan bubarnya adidaya Uni Soviet yang pecah menjadi serpihan tak bernilai. Dan sepertinya wajar saja jika ide-ide mereka tak lagi diminati sebab memang tak bisa memberi solusi. Kalaupun ada geliat bangkitnya paham kiri ini, maka itu tak lain hanyalah riak kecil saja.

Lantas, dengan sistem apakah dunia menapaki hari-harinya? Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History menyatakan bahwa sejarah telah berakhir. Dan demokrasi dengan kapitalisme-nyalah yang menjadi pemenang. Namun, benarkah tesisnya itu? Yang jelas, Jeremy Seabrook menampik hal tersebut. Ia menganggap kapitalisme yang merupakan saudara dekat liberalisme itu sebagai biang kerok kemiskinan global. “Apakah ekonomi melayani umat manusia, ataukah kemanusiaan telah ditindas untuk melayani ekonomi?” demikian tulisnya dalam Kemiskinan Global; Kegagalan Ekonomi Model Neoliberalisme.

Pernyataannya itupun didukung begitu banyak fakta yang mengindikasikan semakin dekatnya kehancuran kapitalisme. Lihat saja begitu jauhnya jurang kesenjangan kaya-miskin. Menurut Hammer (1994: 16), pada saat ini 20% penduduk dunia (The Club of Rich) menguasai 83% kekayaan dunia, mengendalikan 81% perdagangan dunia dan mendapat 81% hasil investasi, sembari menikmati 70% energi, 85% persediaan kayu dunia dan 60% pangan. Perbandingan kekayaan 20% penduduk terkaya dunia dengan 20% penduduk termiskin dunia adalah 60 berbanding 1. Data lain mengemukakan bahwa tren kemiskinan semakin memburuk. Jumlah orang miskin yang hidupnya kurang dari 1 dolar per hari meningkat menjadi 1,214 miliar jiwa (20% penduduk dunia). Selain itu, 1,6 miliar jiwa (25% penduduk dunia) lainnya hidup antara 1-2 dolar sehari.(The United Nations Human Development Report, 1999).

Indonesia pun tak jauh beda. Walaupun mengaku bermazhab ekonomi Pancasila, tetap saja kiblatnya adalah kapitalisme. Konglomerat tak beradab dan pihak asing dilayani dengan istimewa oleh pemerintah. Aset-aset strategis diobral murah. Termasuk yang jelas-jelas menguasai hajat hidup orang banyak-yang notabene harus dikelola negara berdasarkan UUD 1945- diprivatisasi tanpa merasa berdosa. Mungkin sebentar lagi, pemerintah juga akan menjual pulau-pulau di nusantara untuk melunasi utang berbunga ‘lunak’ dari IMF. Data Susenas yang dikumpulkan Badan Pusat Statistik pada Maret 2005 menunjukkan jumlah orang miskin mencapai 39,05 juta orang atau 17,5% penduduk Indonesia. Ya wajar saja, lha wong harga-harga pada membumbung tinggi, upah nggak naik juga, celetuk seorang ibu.

Belum lagi jika kita melihat tingkat pengangguran yang selalu meningkat tajam, kelaparan yang menjadi tradisi rutin dan pendidikan yang selalu diagungkan tapi tak pernah dipedulikan. Masalah buruh belum selesai, lebih sedih lagi menyapa generasi muda yang terkena bias budaya ekstravaganza. Sikap hedonis yang didesain pemahaman liberal membuat mereka menjadi free thinker dan telah menuai hasil. Hasil penelitian LSCK PUSBIH di Yogyakarta memperlihatkan bahwa 97,05% mahasiswi di kota pelajar itu telah melakukan hubungan seks pra-nikah. Parahnya, semua responden mengaku semua itu dilakukan tanpa ada paksaan alias atas dasar suka sama suka. So, have fun aja. Begitu mungkin pikir mereka. Dalam sebuah seminar yang diadakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur di FISIP Universitas Airlangga, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan ketika itu Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan angka aborsi saat ini mencapai 2,3 juta dan setiap tahun ada trend meningkat. Tetapi peningkatan itu bukan disebabkan oleh pemerkosaan melainkan karena suka sama suka alias free sex. Bahkan di Surabaya ada 6 dari 10 gadis yang sudah tidak perawan lagi.

Peredaran narkoba pun tak terbendung. Pada tahun 2000 lalu, tercatat ada 4 juta pengguna narkoba di seantero Indonesia. Dari jumlah itu, 70% di antaranya adalah anak usia sekolah, 14-20 tahun. Na’udzubillah.

Islam, Sebuah Solusi

Kalau Anda seorang muslim, maka tak perlu pusing mencari solusi. Sebab, dien ini sudah sempurna dan mengatur segenap aspek hidup. Tak percaya? Simak saja surah Al-Maidah ayat 3, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” Masalahnya, kita belum konsisten melaksanakan syariah. Mayoritas umat Islam hanya mau mengambil Islam setengah-setengah. Yang mahdhah (ritual) saja, tidak yang muamalah (sosial). Mereka mengikuti langkah syaithan dengan tidak menjalankan Islam dengan kaffah (menyeluruh) sebagaimana diinstruksikan Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah:208. Padahal Rasulullah Muhammad Saw. telah membuktikan bagaimana ia membangun kegemilangan peradaban dengan tuntunan wahyu (Al-Qur’an). Mendirikan sebuah Imperium besar tak tertandingi yang diteruskan khulafa al rasyidin hingga akhirnya diruntuhkan dengan kepicikan Mustafa Kemal Pasha di masa Daulah Utsmaniyyah pada tahun 1924.

Lihatlah sistem ekonomi non-ribawi yang menentramkan dan memberdayakan. Semuanya untuk kemaslahatan rakyat. Mulai dari konsep zakat, infaq, shadaqah, fidyah, dam, wakaf dan sejenisnya. Sampai-sampai di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, amil-amil zakat berkeliling benua Afrika untuk mencari fakir miskin yang berhak menerima zakat, namun tak ditemukan. Sistem politik Islam juga begitu mengagumkan. Sistem yang jujur tak pernah menipu seperti demokrasi lipstiknya barat. Demokrasi barat tak pernah meridhai kemenangan kelompok Islam meskipun demokratis seperti FIS di Aljazair dan HAMAS di Palestina karena dianggap akan menghancurkan demokrasi itu sendiri, tetapi Islam sesungguhnya tak pernah memusingkan bentuk negara. Yang penting, apakah negara tersebut dapat berperan sebagai instrumen penegak syariah Allah atau tidak. Demikian Anis Matta dalam pandangan Suherman, M.Si (Rekonstruksi Politik Kaum Muslim: Studi Interpretatif atas Pemikiran H.M. Anis Matta).

Bukti lain jayanya Islam di masa lampau adalah berkembang pesatnya ilmu pengetahuan. Pencapaian prestasi gemilang itu tercermin dari lahirnya par ilmuwan semisal Al Biruni (fisika, kedokteran), Jabir Haiyan (kimia), Al-Khawarizmi (matematika), Al Kindi (filsafat), Ibnu Khaldun (politik, sosiologi), Ibnu Sina (kedokteran), Ibnu Rusyd (filsafat) dan masih banyak nama lain lagi. Bahkan bangsa Eropa mengenal kebiasaan mandi dan membuat jamban setelah belajar dari umat Islam yang kala itu persebarannya sudah sampai ke Andalusia.

Ilmuwan barat sendiri mengakui secara jujur kebenaran hal itu. “Sepanjang masa kekhalifahan Islam, para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya; menyediakan peluang kepada siapapun yang membutuhkan; memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah mereka; menjadikan pendidikan menyebar luas hingga ilmi, sastra, filsafat dan seni mengalami kejayaan luar biasa yang membuat Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.” (Will Durrant, Story of Civillization). Sekarang, tinggal kita ubah paradigma berpikir. Kita harus kaffah berIslam. Juga meninggalkan hukum thagut yang menjauhkan umat ini dari rahmat Allah dan menggantinya dengan Islam yang jelas-jelas merupakan rahmat bagi semesta. “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumya selain Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Maidah:50) Al-Ghuraba’, Generasi Perubah

Saat mayoritas anak muda shopping di mall atau mejeng di jalanan, mereka asyik beraktivitas di sudut-sudut masjid. Ketika sudah banyak muda-mudi yang terjerumus ke lembah hitam seks bebas, mereka bahkan mengharamkan pacaran, karena merupakan bentuk lain dari mendekati zina. Di kala kaum hawa zaman kiwari ini berbusana begitu terbuka tanpa batas, mereka menutup rapat-rapat auratnya dengan jilbab rapi hingga seluruh tubuh. Kalau kebanyakan anak lelaki sudah biasa nyabu, maka mereka merokok pun tidak.

Muhammad Fathi menuliskan, “Merekalah generasi yang keislamannya tidak hanya sebatas shalat, shaum dan dzikir. Namun, generasi yang dadanya bergejolak saat kesucian agama dihinakan. Hatinya meleleh, bersedih dengan setiap kelemahan jiwa padahal ia masih bisa bernafas. Generasi yang tidak menyia-nyiakan usianya begitu saja, namun mengubahnya menjadi kekuatan dahsyat untuk sebuah karya.”(The Power of Youth)

Merekalah yang Allah janjikan dalam QS. Al-Maidah:54, “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” Merekalah generasi baru (jiilun jadid) yang dinubuwatkan Rasulullah, “Islam itu bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti permulaanya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing (ghuraba’). Merekalah orang-orang yang berbuat baik selagi manusia berbuat kerusakan.”(HR. Ahmad)

Merekalah yang akan mengubah dunia dengan tuntunan wahyu, berakidah salim, beribadah shahih, berakhlak kokoh. Dengan tarbiyah (pembinaan) dan tashfiyah (pemurnian) mereka akan memimpin peradaban dan menyelamatkan manusia dari adzab ketika berpaling dari syariah, “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha:124).

Kalian tidak percaya? Silahkan engkau tertawa sepuas hatimu, ku tak akan berpaling karena hinaan itu. (Untuk Para Pengabdi, Virgiawan Listanto)

Profil Penulis

Anugrah Roby Syahputra, berdomisili di Kabupaten Aceh Besar, alumni SMA Negeri 1 Binjai, Sumatera Utara dan Program Diploma Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Medan. Sekarang bergiat di Forum Lingkar Pena Aceh. e-mail : sejatinya_ikhwan@yahoo.com HP : 085262000442 Alamat : Komplek Rumah Dinas Kanwil Ditjen Bea dan Cukai NAD Jl. Reformasi, Desa Santan, Kec. Ingin Jaya, Kab. Aceh Besar, NAD



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Posted by hestuSUGAR - - 0 komentar

Menari adalah dunia Denise Horsley. Hobinya itu mengantarkannya melanglang buana, mendapatkan penghasilan lumayan, dan menjadi asisten dosen di fakultas seni di sebuah universitas di London.

Wanita berusia 25 tahun ini lincah di atas panggung, dan sesekali berjilbab di kesehariannya. Tak ada yang menyangka, jebolan London College of Dance/Middlesex University tahun 1998 ini melalui pergulatan batin panjang sebelum memeluk Islam.

Perkenalannya dengan Islam dimulai saat ia duduk di bangku kuliah. Ia enggan menceritakan siapa yang mengenalkan pertama kali, namun peraih gelar sarjana tari dengan nilai tertinggi ini menjadi sangat ingin tahu belajar tentang Islam.

"Semakin saya membaca banyak tentang Islam, semakin saya mengakui agama ini sungguh masuk akal," katanya. Di sela-sela kesibukannya, ia kerap menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan Masjid Regent's Park hanya untuk membaca terjemahan Alquran.

Seperti Alkitab, Quran menyebutkan nabi, malaikat, mukjizat, perbuatan baik dan buruk, pahala dan hukuman, pertobatan dan pengampunan, surga dan neraka, Adam dan Hawa, Taurat, Injil dan banyak hal lainnya yang akrab baginya. "Namun pertanyaan yang telah berlama-lama mengendap dalam pikiran saya sejak sekolah Katolik akhirnya terjawab, tentang konsep ketuhanan," ujarnya.

Suatu saat di bulan Ramadhan tahun 2009, ia memberanikan diri datang ke ruang shalat di masjid itu. "Saya memutuskan untuk menghadiri shalat Taraweh selama bulan Ramadhan. Menuju masjid, di dalam mobil saya gugup, bagaimana saya harus bershalat," ujarnya mengenang.

Ia mengamati shalat berjamaah yang sungguh menyentuh hatinya. Tekad Denise untuk menjadi Muslimah tak lagi bisa terbendung. Pertanyaan pertama yang dilontarkannya, "Bisakah seorang penari menjadi Muslimah?"

Komunitas masjid menyambutnya dengan hangat. Denise pun menyatakan syahadat.

Kini, ia tetap menjadi penari, dan makin rajin belajar agama. "Keluarga saya menerima dan bahkan sangat bahagia, karena saya menemukan sesuatu yang membuat saya begitu bersemangat," ujarnya.

Ia menyatakan, citra Islam sangat tergantung pada bagaimana Muslim dan Muslimah bersikap. "Tuhan telah menciptakan Anda dan membawa Anda dalam perjalanan hidup Anda karena suatu alasan, jadi biarkan orang melihat keindahan Islam melalui Anda," ujarnya.

Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: emel, independent/republika



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Posted by hestuSUGAR - - 0 komentar

Abu Bakar termasuk pelopor kaum Muslimin pertama, As-Sabiqunal Awwalun, para pendahulu. Ia adalah orang yang memercayai Rasulullah di saat banyak orang menganggap beliau gila. Abu Bakar termasuk orang yang siap mengorbankan nyawanya, di saat banyak orang hendak membunuh Rasulullah.

Nama awal Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Quhafah. Dalam lembaran sejarah disebutkan nama ayahnya adalah Abu Quhafah. Ini pun bukan nama sebenarnya. Utsman bin Amir demikian nama lain dari Abu Quhafah. Abu Bakar lahir pada 573 Masehi, lebih muda sekitar tiga tahun dari Nabi Muhammad.

Sebelum masuk Islam, ia dipanggil dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ada cerita menarik tentang nama ini. Ummul Khair, ibunda Abu Bakar sebelumnya beberapa kali melahirkan anak laki-laki. Namun setiap kali melahirkan anak laki-laki, setiap kali pula mereka meninggal. Sampai kemudian ia bernazar akan memberikan anak laki-lakinya yang hidup untuk mengabdi pad Ka’bah. Dan lahirlah Abu Bakar.

Setelah Abu Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain; Atiq. Nama ini diambil dari nama lain Ka’bah, Baitul Atiq yang berarti rumah purba. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya dengan sebutan Abdullah. Nama Abu Bakar sendiri konon berasal dari predikat pelopor dalam Islam. Bakar berarti dini atau awal.

Suatu hari Abu Bakar ingin berangkat berdagang ke wilayah Thaif bersama rekan bisnisnya, Hakim bin Hizam—keponakan Khadijah. Tiba-tiba sesorang datang menemuinya. Orang itu berkata kepada Hakim, “Bibimu Khadijah mengaku suaminya menjadi nabi sebagaimana Musa. Ia sungguh telah mengabaikan tuhan-tuhan.”

Selanjutnya Abu Bakar berpikir. Ia orang yang paling mengerti tentang Muhammad Saw. Sebelum sesuatu terjadi, ia harus menemui beliau untuk memastikan berita tersebut. Setelah itu barulah ia akan menentukan sikap.

Abu Bakar mendatangi Rasulullah Saw. Ia berusaha mengingat kembali semua kisah tentang sahabatnya itu. Ia yakin, sahabatnya tidaklah seperti orang-orang Quraisy kebanyakan. Sahabatnya bukanlah orang yang mengagungkan berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang Quraisy. Di masa mudanya tidak ada sifat kekanak-kanakan seperti halnya pemuda-pemuda Quraisy dan ia mempunyai kebiasaan yang sangat berbeda dengan kaumnya. Setiap tahun, ia menyendiri di Gua Hira selama sebulan penuh.

Semua gambaran dan bayangan itu bergelayut dalam ingatan Abu Bakar. Ia mempercepat langkah untuk segera mengetahui kebenaran dari mulut sahabatnya langsung. Lalu muncul dalam ingatan Abu Bakar tentang keberkahan yang dialami kaum Bani Sa’ad saat Halimah As-Sa’diyah mengambil beliau dalam susuannya menuju kampungnya. Abu Bakar juga mengingat ulang pembicaraan Bukhaira, seorang pendeta yang mengingatkan paman beliau Abu Thalib dari tipu daya Yahudi apabila mereka mengetahui tentang anak kecil yang dibawanya.

Akhirnya Abu Bakar sampai juga di rumah Muhammad Saw. Ia masuk menemui sahabatnya dan langsung bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi dengan berita yang telah aku dengar tentangmu? Apakah engkau mengira kaummu mengakui kebenaran yang engkau katakan?”

“Wahai Abu Bakar, maukah engkau kuceritakan sesuatu, apabila engkau rela aku akan terima, namun jika tidak suka maka aku akan menyimpannya,” jawab Muhammad.

Abu Bakar menjawab, “Ini telingaku, silakan katakan.”

Nabi Saw membacakan beberapa ayat Al-Qur’an kepada Abu Bakar. Beliau juga menceritakan kepadanya tentang wahyu yang turun dan peristiwa di Gua Hira yang beliau alami. Jiwa Abu Bakar telah siap memercayainya, karena kemudahan yang Allah berikan kepadanya dengan pertemanan dan ketulusan pengenalan.

Tanpa ragu, belum sampai Rasulullah Saw menyelesaikan ceritanya, Abu Bakar berbisik lirih, “Aku bersaksi bahwa engkau orang yang jujur. Apa yang engkau serukan adalah kebenaran. Sesungguhnya ini adalah kalam Allah.”

Setelah itu, ia menemui Hakim bin Hizam dan berkata, “Wahai Abu Khalid, kembalikanlah uangku, aku telah menemukan bersama Muhammad bin Abdullah sesuatu yang lebih menguntungkan daripada perniagaan bersamamu.” Abu Bakar mengambil hartanya dan berlalu.

Rasulullah bukan tanpa alasan memilih Abu Bakar menjadi orang kedua setelah dirinya. Suatu hari Rasulullah pernah mengabarkan tentang keutamaan sahabat sekaligus mertua beliau ini. “Tak seorang pun yang pernah kuajak masuk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu ragu dan berhati-hati kecuali Abu Bakar. Ia tidak menunggu-nunggu atau ragu-ragu ketika kusampaikan hal ini,” sabda Rasulullah Saw.

Hal ini pula yang menyebabkan ia dilantik dengan gelar Ash-Shiddiq di belakang namanya. Abu Bakar memang selalu membenarkan Rasulullah tanpa sedikit pun keraguan. Pada peristiwa Isra’ Mikraj, Abu Bakar adalah orang pertama yang percaya saat Rasulullah menyampaikan hal itu. Tanpa setitik pun ada kebimbangan di benaknya.

Abu Bakar memulai misi mulia dalam menyerukan agama Allah, sehingga berkat tangannya, Allah memberikan hidayah-Nya kepada generasi pertama Islam (As-Sabiqunal Awwalun), di mana dengan kesabaran dan kesungguhan mereka membangun Islam.

Ia mulai menyebarkan Islam kepada orang-orang di kaumnya yang ia percayai, orang yang berteman dan duduk bersamanya. Sehingga banyak sekali yang masuk Islam karenanya seperti Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdurrahman bin Auf. Mereka ini berangkat menemui Rasulullah ditemani Abu Bakar. Lalu beliau menawarkan Islam kepada mereka, membacakan Al-Qur'an, menjelaskan kebenaran Islam, hingga mereka beriman.

Betapa mulianya Abu Bakar Ash-Shiddiq yang telah mengislamkan lima dari sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Umar berkata, “Abu Bakar adalah junjungan kami dan telah memerdekakan junjungan kami, yakni Bilal.”

Ibnu Umar berkata, “Dahulu kami melakukan pemilihan kepada orang-orang pada zaman Nabi Saw masih hidup siapakah yang terbaik, maka kami memilih Abu Bakar dan kemudian Umar bin Khatab dan kemudian Utsman bin Affan.” (HR Bukhari)

Abu Bakar hanya sebentar memegang kendali pemerintahan Islam setelah Rasulullah. Hari itu ia berniat untuk mandi. Udara amat dingin mencekam. Suhu tubuhnya tiba-tiba memanas. Karena merasa janjinya dengan Allah sudah dekat, Abu Bakar ingin menetapkan pengganti setelahnya.

Ia meminta Abdurrahman bin Auf untuk datang. Ketika ditanyakan tentang pribadi Umar bin Khatab, Abdurrahman menjawab, “Ya, Umar lebih tepat, tetapi ia terlalu keras.”

“Ia keras karena melihatku lunak. Kalau urusan ini sudah berada di tangannya, ia akan lunak,” kata Abu Bakar.

Setelah itu, Abu Bakar memanggil beberapa sahabat lainnya, baik dari kaum Anshar maupun Muhajirin. Semua setuju untuk mengangkat Umar sebagai pengganti Abu Bakar. Setelah semuanya bubar, Abu Bakar meminta Utsman bin Affan untuk menulis apa yang didiktekannya. Abu Bakar berkata, “Tuliskan Bismillahirrahmanirrahim. Inilah janji yang diminta Abu Bakar kepada umat Islam...” tiba-tiba Abu Bakar pingsan.

Namun Utsman meneruskan tulisannya: “Sesungguhnya aku mengangkat Umar bin Khatab sebagai penggantiku atas kalian dan aku tidak mengabaikan kebaikan untuk kalian...”

Abu Bakar sadar kembali, lalu meminta Ustman membacakan apa yang dia tulis. Mendengar apa yang dibaca Utsman, Abu Bakar bertakbir. “Engkau menghawatirkan tadi aku akan meninggal sehingga engkau khawatir umat akan berselisih (kalau tidak ada nama yang tertulis)?” tanya Abu Bakar.

Utsman mengiyakan. Panas Abu Bakar kian meningkat. Pada Senin 22 Jumadil Akhir 13 Hijriyah Abu Bakar wafat. Pada detik-detik terakhir hidupnya, Abu Bakar sempat menuliskan menuliskan sebuah wasiat yang diabadikan sejarah.

Demikian isinya: “Bismillahirrahmanirrahim. Inilah pesan Abu Bakar bin Abu Quhafah pada akhir hayatnya dengan keluarnya dari dunia ini, untuk memasuki akhirat dan tinggal di sana. Di tempat ini orang kafir akan percaya, orang durjana akan yakin, dan orang yang berdusta akan membenarkan. Aku menunjuk penggantiku yang akan memimpin kalian adalah Umar bin Khatab.

Patuhi dan taati dia. Aku tidak mengabaikan segala yang baik sebagai kewajibanku kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada agama, kepada diriku, dan kepada kamu sekalian. Kalau dia berlaku adil, itulah harapanku, dan itu pula yang kuketahui tentang dia. Tetapi kalau dia berubah, maka setiap orang akan memetik hasil dari perbuatannya sendiri. Yang kuhendaki ialah setiap yang terbaik dan aku tidak mengetahui segala yang gaib. Dan orang yang zalim akan mengetahui perubahan yang mereka alami.”

Semoga Allah menempatkannya pada sisi yang terbaik. Amin.

(republika)



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Posted by hestuSUGAR - - 0 komentar

Islamedia - Dunia telah dicekoki oleh berita miring tentang kaum muslimin yang selalu dituduh dengan teroris. Bahkan media telah menempelkan lebel "Kekerasan" kepada umat islam paska tragedi 11 September yang disinyalir dilakukan oleh Al Qaedah.

Pada hari ini, Presiden Amerika Serikat telah mengumumkan, bahwa kekuatan Marinir AS telah berhasil membunuh Syaikh Osama ben Laden beserta dengan istri dan seorang anaknya. Disamping itu, beberapa pengawal Osama juga dikabarkan turut menjadi korban.

Hari ini Jamaah Ikhwanul Muslimin menyatakan, bahwa Ikhwan menentang pengggunaan kekerasan apapun, terutama cara-cara yang keji seperti pembunuhan. Siapapun yang dituduh sebagai tersangka pelaku kejahatan, maka ia harus diperlakukan secara adil melalui pengadilan.


Ikhwan meminta kepada seluruh dunia, terlebih khusus lagi dunia barat; rakyat maupun pemerintahan, agar menghentikan semua bentuk pengaitan islam dengan kejahatan terorisme. Serta, meluruskan stigma negatif terhadap islam yang dipropagandakan dunia barat selama bertahun-tahun.

Ikhwan juga ingin menegaskan kembali, perlawanan terhadap penjajahan pihak asing merupakan bentuk perjuangan yang legal dan sah bagi sebuah negara dan rakyat. Perlawanan terhadap terhadap penjajahan telah dijamin oleh syariat dan diperbolehkan dalam hukum internasional. Negara-negara barat tidak boleh menyamakan antara perlawanan yang sah dengan kekerasan terhadap orang yang tidak berdosa. Apa yang dilakukan oleh Israel merupakan tindakan kejahatan atas kemanusiaan dan orang-orang yang tidak berdosa.

http://ikhwanonline.com/Data/2011/5/2/ikhwan-photo07.jpg

Selama penjajahan masih bercokol, maka perlawanan akan terus dan tetap ada. Oleh karenanya, Ikhwan mengultimatumkan kepada Amerika, Nato, dan Uni Eropa untuk mengakhiri penjajahannya sekarang juga di Afghanistan dan Irak. Serta mengakui hak-hak rakyat Palestina yang merdeka.

Secara khusus Ikhwan meminta kepada Amerika Serikat untuk menghentikan aktifitas intelejennya atas kekuatan yang berseberangan dengan AS. Serta tidak mencampuri urusan dalam negeri negara-negara arab dan islam.

Ikhwanul Muslimin
Cairo, 29 Jumadil Ula 1432 H / 2 Mei 2011 M



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Posted by hestuSUGAR - - 0 komentar

Kamis, 14 April 2011 18:01 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Kekerasan terhadap Muslim di Eropa tak henti-hentinya terjadi. Kali ini tindak kekerasan tersebut menimpa Muslim Inggris. Kazemi, yang merupakan Muslimah yang tinggal di London mendapatkan kekerasan rasial. Ia diserang oleh sekitar empat perempuan warga sekitar saat dirinya hendak pulang ke rumah.

Mereka mencoba menarik jilbab yang dikenakan Kazemi, namun ia menentangnya. Melihat penolakan yang diberikan Kazemi, keempat perempuan tersebut kemudian menjatuhkan pukulannya ke wajah Kazemi.

Usai melakukan aksinya, mereka pun pergi meninggal Kazemi dengan wajah yang berlumuran darah. Kejadian tersebut berlangsung di salah satu jalan utama di London.

Akibatnya, Kazemi mengalami luka yang cukup serius di sekitar wajahnya. Terkait aksi itu, Himpunan Mahasiswa Muslim di London mengutuk tindakan tersebut.

Mereka menuduh pemerintah Inggris mempromosikan dan mendukung kelompok anti-Islam. Selain itu mereka juga meminta pertanggungjawaban aksi empat perempuan pengeroyok tersebut.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Orange Design Pointer